Jaringan kriminal Telegram
UNODC rilis laporan jaringan kriminal kuat di Asia Tenggara menggunakan aplikasi pengiriman pesan Telegram secara ekstensif (Pixabay)

UNODC: Jaringan Kriminal Besar di Asia Tenggara Manfaatkan Telegram

BANGKOK, inibalikpapan.com – Jaringan kriminal kuat di Asia Tenggara menggunakan aplikasi pengiriman pesan Telegram secara ekstensif.

United Nations Office for Drugs and Crime (UNODC) atau Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Narkoba dan Kejahatan merilis laporan tersebut pada Senin (7/10/2024).

Kegiatan ini memungkinkan perubahan mendasar dalam cara kejahatan terorganisasi dapat melakukan aktivitas terlarang berskala besar.

Laporan yang diterima Reuters merupakan tuduhan terbaru terhadap aplikasi terenkripsi yang kontroversial tersebut.

Sebelumnya, Prancis juga mendakwa CEO Telegram Pavel Durov karena mengizinkan aktivitas kriminal di platform tersebut. Negara tersebut menggunakan undang-undang baru yang keras tanpa padanan internasional.

Data yang diretas termasuk detail kartu kredit, kata sandi, dan riwayat peramban.

Semuanya itu telah diperdagangkan secara terbuka dalam skala besar di aplikasi yang memiliki saluran yang luas dengan sedikit moderasi itu.

Rilis tersebut juga laporkan penjualan perangkat lunak untuk kejahatan dunia maya dan malware pencuri data secara masif. Alat tersebut termasuk perangkat lunak deepfake yang memang dirancang untuk penipuan.

Menkominfo Ancam Blokir Telegram Gegara Dianggap Tak Tegas Berantas Judi Online

Sementara bursa mata uang kripto tanpa izin menawarkan layanan pencucian uang, menurut laporan tersebut.

“Kami memindahkan 3 juta USDT yang dicuri dari luar negeri per hari,” laporan tersebut mengutip salah satu iklan dalam bahasa Mandarin.

“Ada bukti kuat bahwa pasar data bawah tanah beralih ke Telegram dan vendor secara aktif berupaya menargetkan jaringan kriminal terorganisasi transnasional yang berbasis di Asia Tenggara,” kata laporan tersebut.

Asia Tenggara telah muncul sebagai pusat utama bagi industri bernilai miliaran dolar targetkan korban di seluruh dunia dengan skema penipuan.

Banyak sindikat Tiongkok beroperasi dari kompleks berbenteng yang dikelola oleh pekerja yang diperdagangkan.

Industri ini menghasilkan antara $27,4 miliar hingga $36,5 miliar per tahun, kata UNODC.

Durov yang lahir di Rusia ditangkap di Paris pada bulan Agustus dan didakwa karena mengizinkan aktivitas kriminal di platform tersebut.

Aktivitas kriminal tersebut termasuk penyebaran gambar seksual anak-anak.

Langkah tersebut telah menyoroti tanggung jawab pidana penyedia aplikasi dan juga memicu perdebatan tentang di mana kebebasan berbicara berakhir dan penegakan hukum dimulai.

Telegram, yang memiliki hampir 1 miliar pengguna, tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Setelah penangkapannya, Durov, yang saat ini dibebaskan dengan jaminan, mengatakan aplikasi tersebut akan menyerahkan alamat IP dan nomor telepon pengguna kepada pihak berwenang yang mengajukan permintaan hukum.

Ia juga mengatakan aplikasi tersebut akan menghapus beberapa fitur yang telah disalahgunakan untuk aktivitas ilegal.

UNODC Klaim Jaringan Kriminal Sangat Mudah Menavigasi Lingkungan Telegram

Benedikt Hofmann, wakil perwakilan UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, mengatakan aplikasi tersebut merupakan lingkungan yang mudah dinavigasi oleh para penjahat.

“Bagi konsumen, ini berarti data mereka berisiko lebih tinggi untuk dimasukkan ke dalam penipuan atau aktivitas kriminal lainnya daripada sebelumnya,” katanya kepada Reuters.

Laporan itu mengatakan skala besar keuntungan yang diperoleh kelompok kriminal di wilayah tersebut telah mengharuskan mereka untuk berinovasi.

Aplikasi tersebut disebut telah mengintegrasikan model bisnis dan teknologi baru termasuk malware, kecerdasan buatan generatif, dan deepfake ke dalam operasi mereka.

UNODC mengatakan telah mengidentifikasi lebih dari 10 penyedia layanan perangkat lunak deepfake.

Mereka menargetkan jaringan kriminal yang terlibat dalam penipuan berbasis dunia maya di Asia Tenggara yang menggunakan Telegram.

Di tempat lain di Asia, polisi di Korea  Selatan telah lakukan penyelidikan terhadap Telegram yang diduga mendukung kejahatan seks daring.

Korea Selatan diduga menjadi negara yang paling banyak menjadi sasaran pornografi deepfake oleh jaringan kriminal menggunakan Telegram.

Bulan lalu,  Reuters sempat memberitakan seorang peretas menggunakan chatbot di Telegram untuk membocorkan data perusahaan asuransi terkemuka India, Star Health.

Akhirnya perusahaan asuransi tersebut menuntut platform dari Rusia itu.

Dengan menggunakan chatbot, Reuters dapat mengunduh dokumen polis dan klaim yang menampilkan nama, nomor telepon, alamat, rincian pajak, salinan kartu identitas, hasil tes, dan diagnosis medis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.